Ketika "bayi" dilahirkan oleh seorang Ibu adalah tanpa apa-apa. Hanya satu yang dapat dilakukannya yaitu
"menangis". Itupun karena sentuhan dari orang yang pada saat itu menolongnya.
Bayi yang baru lahir lemah dan tak berdaya. Itu membuktikan bahwa sebenarnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain dan pada dasarnya membutuhkan orang lain.
Nah, di sinilah diperlukan adanya proses "pembentukan kepribadian", agar manusia bisa besikap dan bersifat arif, bijaksana, santun, menghargai dan menghormati pada orang lain, kepada siapapun.
Dalam menjalani hidup dalam kehidupan ini manusia selalu mencari dan berusaha membentuk dirinya menjadi manusia yang "sempurna". Walaupun tidak ada manusia sempurna.
Kesempurnaan yang dicari adalah :
(1) Kesempurnaan dalam hal kebenaran
(2) Kesempurnaan dalam hal kebaikan
(3) Kesempurnaan dalam hal estetika dan etika.
Resapi dan renungkan tembang Kinanti ini :
"Kang aran bebuden luhur, dudu pangkat dudu ngelmi, uga dudu kapinteran, lan dudu para winasis, apa maneh kasugihan, nanging mung sucining ati".
Artinya :
(Yang disebut budi pekerti luhur, bukan pangkat/ kedudukan juga ilmu, bukan pula kepandaian, juga bukan orang-orang pintar, apalagi kekayaan, tetapi hanya kesucian hati).
Kita, Bangsa Indonesia harus berani jujur , mengakui bahwa telah dilanda krisis multidimensional.
Di tengah krisis inilah harus tetap kita pertahankan "budi pekerti" agar kelangsungan generasi dapat diandalkan di masa depan.
Tanpa budi pekerti bangsa ini akan hancur.
Salah satunya, agar tetap ada perilaku dan sifat yang berbudi adalah dengan mencari ketiga kesempurnaan di atas. Sempurna akalnya, perilakunya dan sempurna hatinya.
Bisakah mewariskan perilaku "berbudi", kalau diri sendiri tidak mewarisi perilaku berbudi ?
Bisakah mengajari membaca, kalau diri kita tidak bisa membaca ?
Jawabnya hanya satu "tidak bisa".
Untuk itu, marilah, sebagai generasi yang bertanggung terhadap generasi penerus, kita berusaha mewarisi perilaku berbudi agar bisa mewariskannya kepada generasi penerus. Semoga !
(DidĂklah generasi dengan pendekatan hati nurani).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar